Thursday 29 March 2012

Bukittinggi - Peneraju Hasil Kain Sulaman

Jika Bandung hebat dengan 'boutique outlet' dan penghasilan barangan kulit. Jika anda sebut tentang membeli belah pasti terfikir Kota Bandung seperti Pasar Baru, Jalan Setiabudi dan Cibaduyut.

Jika anda gilakan perabot jati pasti terfikir Kota Bali perusahan perabot kayu jati. Harga sehingga mencecah ribuan ringgit. Sehinggakan ada yang sanggup membeli 1 kontena perabot jati bagi memuaskan hati masing-masing.

 sulam peniti

Namun, anda pasti terlepas pandang mengenai salah satu kawasan di Sumatera Barat (Bukittinggi). Koleksi sulaman di bukittinggi pasti memikat penggemar fesyen dan style. Beberapa jenis sulaman yang ada di Bukittinggi seperti sulam pita (reben), sulam peniti, sulam timbul, sulam kerancang, sulam suji dan sulam songket.

 sulam suji

Antara sulaman tersebut mengambil masa kira-kira 2 minggu hingga 4 minggu bagi menyiapkan satu (1) pasang kain. Bagi sulaman yang diukir corak menggunakan cop ia lebih cepat disiapkan. 

 sulam timbul

Pelbagai jenis fesyen pakaian yang bersesuaian untuk dicuba gubah seperti jubah labuh, dress labuh, baju kurung moden, kurung pahang dan blouse. Juga terdapat fesyen yang moden untuk digubah.

 sulam peniti

Sulaman pita berasal dari daerah Paya kumbuh, sulaman peniti dari daerah bukittinggi, sulaman songket dari daerah pandai sikek. Kaedah sulaman menggunakan alat seperti 'ram', jarum khas dan benang.

nurhikmah99 di surat khabar Kosmo mengenai sulaman bukittinggi
 
http://www.kosmo.com.my/kosmo/content.asp?y=2010&dt=1025&pub=Kosmo&sec=Stailo&pg=st_03.htm

Tuesday 27 March 2012

Sawahlunto - Lubang Kalam

Lubang Kalam Sawahlunto

Lubang Kalam Sawahlunto 
Lubang Kalam adalah sebutan bagi terowongan jalan kereta api yang menembus kaki sebuah bukit sepanjang 835 m, yang dikerjakan oleh orang rantai, para pekerja paksa yang dimanfaatkan untuk menambang batubara di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Dari arah Kota Sawahlunto, belokan menuju ke Lubang Kalam ada di sebelah kanan jalan, pada GPS -0.70736, 100.78861, dan masuk ke dalam cukup jauh sebelum akhirnya sampai di sebuah tempat dimana kendaraan bisa diparkir, pada GPS -0.70027, 100.77892.

Lubang Kalam Sawahlunto
Lubang Kalam dilihat dari tempat parkir kendaraan. Lintasan jalan kereta api yang pada jaman kolonial selalu bergemuruh dilindas kereta pengangkut batubara ke pelabuhan Teluk Bayur, kini hanya berbunyi jika Kereta Wisata Mak Itam atau kereta wisata lain melintas pada hari-hari libur.

Lubang Kalam Sawahlunto
Pemandangan di dalam lorong Lubang Kalam yang dipotret dengan kamera berkecepatan rendah. Lubang yang bercahaya di ujung lorong terlihat sangat kecil. Pada jarak tertentu, terdapat lubang-lubang pada dinding lorong, sebagai tempat berlindung bagi pejalan ketika kereta lewat.

Lubang Kalam Sawahlunto
Meskipun masinis Kereta Api Mak Itam mengatakan separuh jalan kereta di Lubang Kalam ini menanjak, namun kemiringannya tidak terlihat kentara bagi saya ketika berdiri di sana. Mak Itam adalah sebutan bagi kereta api wisata dengan Lokomotif Uap Seri E1060 buatan Jerman tahun 1965, yang melayani carteran dari Stasiun KA Sawahlunto ke Muara Kalaban.

Lubang Kalam Sawahlunto
Kondisi Lubang Kalam ini masih sangat baik dan rapi. Saya bayangkan akan menyenangkan jika ada tempat duduk nyaman di pinggir mulut terowongan untuk menikmati suasana, terutama jika kereta tengah lewat.

Lubang Kalam Sawahlunto
Lubang Kalam dilihat dari dalam lorong. Beginilah suasana di dalam lorong Lubang Kalam, jika dilihat dengan mata biasa.

Lubang Kalam Sawahlunto
Batang melintang ke kiri pada foto di atas, adalah belokan menuju tempat parkir kendaraan, dilihat dari depan bibir Lubang Kalam. Pria yang terlihat pada foto adalah Edi Reflan (0812 6642 4563), yang menemani selama di Kota Sawahlunto dengan mobil Avanza sewaannya. Saya sungguh puas dengannya, dan sangat saya rekomendasikan untuk menggunakan jasanya jika ingin menjelajah Kota Sawahlunto dan sekitarnya.

rujukan http://thearoengbinangproject.com/2011/08/lubang-kalam-sawahlunto/

Minang Saisuak #78 - Sebuah Sudut Fort de Kock (Bukittinggi) Awal Abad ke-20

minang-saisuak-sebuah-sudut-fort-de-kock-bukittinggi-awal-abad-ke-20
Bukittinggi dikenal sebagai kota peristirahatan. Walaupun bijo kota ini pada awalnya adalah sebuah benteng (bernama Fort de Kock) yang didirikan Kompeni Belanda dalam usaha mereka untuk mengalahkan Kaum Paderi, lama kemudian, setelah Belanda menguasai Minangkabau, Fort de Kock dikembangkan menjadi sebuah kota peristirahatan bagi para pegawai Belanda yang bekerja di kota Padang yang panas.

Fungsi kota Fort de Kock kurang lebih sama dengan kota Bogor, sebuah kota peristirahatan untuk para pegawai Belanda yang bekerja di Batavia (kini: Jakarta), atau kota Malang dan Salatiga di Jawa Timur yang juga berfungsi sama: tempat peristirahatan para pegawai Belanda yang bekerja di Surabaya.

Di zaman kolonial, Fort de Kock telah dipromosikan menjadi salah satu kota tujuan wisata (tourist destination) di Sumatra. Asisten Residen Agam Tua, L.C. Westenenk, bahkan menulis dua guide book untuk turis guna mempromosikan Fort de Kock dan daerah-daerah sekitarnya sebagai daerah tujuan wisata, yaitu:  Acht Dagen in de Padangsche Bovenlanden (‘Delapan Hari di Padang Darat’) (1909) dan Sumatra: Illustrated Tourist Guide: Fourteen Day’s Trip in the Padang Highlands (The Land of Minangkabau) (1913).

Fort de Kock (Bukittinggi) – seperti masih dapat kita lihat dan rasakan sampai sekarang, walau di sana sini sudah banyak terjadi perubahan – memang sebuah kota pegunungan yang sejuk hawanya dan elok pemandangannya. Dari kota ini jelas kelihatan Gunung Merapi dan Singgalang yang menjulang tinggi, lambang kecantikan alam Minangkabau. Di salah satu sisi kota ini membentang Ngarai Sianok yang keindahannya telah diabadikan dalam ratusan lukisan dan foto sejak zaman saisuak sampai zaman sekarang.

Rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini menurunkan sebuah foto klasik sudut Fort de Kock dekat Ngarai Sianok, yang sering ditulis Karbouwengat dalam dokumen-dokumen klasik Belanda. Foto ini dibuat pada dekade-dekade awal abad ke-20. Asri sekali tampaknya kota ini pada zaman itu: pepohonan hijau meneduhi jalan-jalan kota. Terlihat sebuah bendi yang sedang parkir (atau mungkin sedang jalan) di depan Hotel Centrum, salah satu hotel ‘mewah’ di Fort de Kock pada awal abad ke-20. Suasana di depan hotel ini sudah diekspose dalam rubrik ‘Minang Saisuak’ (Singgalang, 23-10-2011).

Hotel Centrum adalah salah satu dari banyak hotel yang didirikan di kota wisata Fort de Kock. Selain itu, di kota ini berdiri beberapa gedung pemerintah kolonial dan fasilitas pariwisata dan olah raga. Sampai saat  ini masih melekat istilah di darek: kalau mau pergi ke Bukittinggi disebut ‘pai ka Gaduang’ (‘pergi ke gedung’ = pergi ke kota yang banyak gedungnya). Kini Bukittinggi tetap ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal, nasional, dan internasional. Tapi konon kalau lagi musim libur harga kamar-kamar hotel dan makanan di Bukittinggi mengalami ‘mark up’ pula seperti harga proyek-proyek pemerintah di negeri ini. Apalagi sekarang konon ada pula razia di hotel-hotel yang tujuannya baik tapi bisa kontra produktif dalam upaya pengembangan pariwisata di Sumatra Barat, khususnya di Bukittinggi. Baa ko, Pak Walikota Bukittinggi? Perlu pulakah kita bertanya kepada arwah Tuan Siteneng bagaimana turisme di Fort de Kock dikelola di zaman kolonial? Tapi malu awak rasonyo, ndak

Suryadi – Leiden, Belanda. (Sumber foto:  Tropemnuseum Amsterdam).

Singgalang, Minggu, 26 Februari 2012

rujukan http://niadilova.blogdetik.com/index.php/archives/893

Sawahlunto - Kota 124 tahun usia

Kota Sawahlunto adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota yang terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang ini, dikelilingi oleh 3 kabupaten di Sumatera Barat, yaitu kabupaten Tanah Datar, kabupaten Solok, dan kabupaten Sijunjung. Kota Sawahlunto memiliki luas 273,45 km² yang terdiri dari 4 kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 54.000 jiwa. Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara dihentikan.
Saat ini kota Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya". 
-rujukan wikipedia-

 Pandangan dalam bagunan yang dahulu-nya ialah pejabat batu bara


Di belakang (bumbung) dahulu-nya ialah kediaman pekerja buru

Banyak pekerja pribumi didatangkan ke Sawahlunto untuk dipekerjakan dalam lubang-lubang tambang di bawah tanah. Ingalah ‘Lubang Suro’ di lokasi tambang batubara Sawahlunto yang terkenal banyak memakan korban itu. Kebanyakan di antara pekerja tambang itu adalah para tahanan pribumi yang berasal dari berbagai etnis di Nusantara. Mereka inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan “urang rantai”. Tak terkecuali sebagian dari pemberontak komunis Silungkang (1927) juga di kirim ke tambang batubara di Swahlunto, sebagaimana direfleksikan oleh Bachtiar Djamily dalam novelnya Orang rantai dari Silungkang (Djakarta: Tekad, 1963). Sejarah perjalanan tambang batubara di Sawahlunto dapat dibaca dalam disertasi Erwiza Erman, Miners, managers and the state: a socio-political history of the Ombilin coal-mines, West Sumatra, 1892-1996 (Universiteit van Amsterdam, 1999).



Terowong yang telah dikeringkan air

Bagi yang belum pernah melihat/memegang arang batu..rasai-nya


 Bandar Sawahlunto, westsumatra 

 (*)

 
Pintu masuk ke dalam terowong yang sentiasa dikunci*

Pak Awien sentiasa setia menemani pengunjung batu bara*

* rujukan google

Saturday 24 March 2012

Guest House in bukittinggi - west sumatra

Bagi yang merancang untuk ke Sumatera Barat (Bukittinggi), tiada masalah sekiranya anda inginkan penjimatan. NURHIKMAH99 guest house boleh memberi anda pengalaman yang menarik sepanjang percutian. Dikelilingi dengan kawasan perkampungan dan suasana sawah padi pasti mengembalikan anda kepada nostalgia lama.

Kemudahan yang asas seperti TV Satelit, pemanas air, ruang tamu berserta kerusi rehat, extra bantal dan juga extra tilam bagi yang memerlukan.

Lokasi yang terletak kira-kira 10-15 minit dari Jam Gadang, Bukittinggi geust house ini pasti menjimatkan percutian anda.

Kelebihan lokasi guest house juga berhadapan dengan pondok 'angkut' untuk ke bandar bukittinggi. Selain itu juga terdapat 2 buah sekolah rendah dan berdektan dengan masjid. Lokasi guest house juga terletak di sebelah jalan utama kampung Pincuran, Kamang Bukittinggi.



Friday 23 March 2012

Fort de Kock Bukti 1825

Benteng peninggalan koloni Belanda sewaktu Capten Bouer mendirikan benteng ini pada tahun 1825. Ketika itu Baron Hendrick Merkus de Kock menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gabenor Jeneral Hindia Belanda. Nama benteng ini diambil sempena nama gabenor tersebut.


Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837. Disekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19. Kini ia dikelilingi oleh bandar yang di panggil Bukittinggi.

Fort de kock 1825'

Benteng Fort de Kock digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837 .Semasa pemerintahan Be­lan­da, Bukittinggi dijadikan sebagai salah satu pusat peme­rintahan, kota ini disebut sebagai Gemetelyk Resort pada tahun 1828. Sejak tahun 1825 pemerintah koloial Belan­da telah mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort de Kock. Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat peme­rintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. – sumber Wikipedia-

*(rujukan google)
*(rujukan google)
Meriam peninggalan Belanda*

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Kolonial Belanda tersebut dalam istilah Minangkabau dikenal dengan “tajua nagari ka Bulando” yang berarti Terjual negeri pada Belanda. Namun jika tiada peristiwa ini berlaku maka bukittinggi masih lagi mundur dan tidak maju.

(rujukan google)

Makanan Padang Menarik Minat Pengunjung

Makanan adalah salah satu benda yang ingin dicuba apabila kita melayari ke negara luar. Namun tidak ketinggalan juga di Sumatera Barat memiliki menu makanan yang pasti memikat nafsu. Menu makanan tidak jauh berbeza dengan citrarasa masyarakat melayu. Cuma perbezaan kepulauan melayu dipengaruhi kuat oleh rempah ratus seperti kari. Wujud la kedai mamak yang merata-rata..
gado-gado

Beberapa contoh makanan dari Sumatera Barat yang sangat populer adalah RendangSate PadangDendeng BaladoItiak Lado MudoSoto Padang, dan Bubur Kampiun. Selain itu, Sumatera Barat juga memiliki ratusan resepi, seperti kipang kacang, bareh randang, dakak-dakak, rakik maco, pinyaram, dan Karupuak Balado.

Sate Padang

Setiap kawasan di Sumatera Barat, memiliki makanan sebagai ciri khas daerah, yang biasa dijadikan sebagai buah tangan (oleh-oleh) misalnya:kota Padang terkenal dengan bengkuangkota Padangpanjang terkenal dengan pergedel jaguangkota Bukittinggi dengan karupuak sanjaikota Payakumbuh dengan galamai. 

Pelbagai aneka menu nasi padang

Menu special 'ikan bakar' di Pondok Flora

Nasi goreng di Bukittinggi

Special nasi gorengdi Bukittinggi ialah hanya ada 1 menu nasi goreng (seperti gambar di atas). Tiada menu nasi goreng ikan masin, nasi goreng kampung, nasi goreng cina, nasi goreng paprik dll..


Nasi Kapau juga popular di Bukittinggi*

Murtabak mesir merupakan murtabak mamak la kat Malaysia*

Murtabak = Apam balik*


Rumah makan Padang atau rumah makan urang awak adalah sebutan untuk usaha rumah makan yang khusus menyajikan masakan Padang. Pelayan rumah makan Padang kebanyakannya pria. Pelayan rumah makan Padang mempunyai keunikan dalam menyajikan hidangan. Mereka akan membawa sejumlah piring hidangan secara sekaligus dengan bertingkat-tingkat/bertumpuk-tumpuk dengan kedua belah atau sebelah tangan saja.

Gaya tersendiri membawa pinggan lauk*

 * (gmb rujukan google)

Tuesday 20 March 2012

Rumah Gadang Penuh Rahsia Adat



 Rumah gadang (bahasa Minangkabau: 'rumah besar') adalah rumah adat Minangkabau. Gaya seni bina, pembinaan, hiasan bahagian dalam dan luar, dan fungsi rumah mencerminkan kebudayaan dan nilai Minangkabau. Sebuah rumah gadang berkhidmat sebagai sebuah tempat tinggal, sebuah dewan untuk mesyuarat keluarga, dan untuk aktiviti-aktiviti upacara. Dengan masyarakat matrilineal Minangkabau,rumah gadang dimiliki oleh para wanita pada keluarga yang tinggal di situ - kemilikan adalah dikirimkan dari ibu ke anak perempuan.
 Rumah-rumah ada struktur lengkung bumbung yang dramatis dengan multi-tired, upswept gables. Tingkap bidai telah dibinakan ke dalam dinding dengan ukiran bunga dan banyak cat. Istilah rumah gadang biasanya merujukkan pada rumah komunal yang lebih besar, tempat tinggal berpisahan yang kecil mengongsikan banyak elemen-elemen gaya seni binanya. -wikipedia-

 Setiap elemen sebuah rumah gadang mempunyai makna berlambangnya, yang dirujukkan pada pertuturan adat dan aforisme. Elemen-elemen sebuah rumah gadang termasuk:
  • gonjong, struktur bumbung kelihatan tanduk
  • singkok, dinding bersegi tiga di bawah hunjung-hujung gonjong
  • pereng, shelf under the singkok
  • anjuang, anjung di hujung pada satu gaya rumah gadang
  • dindiang ari, dinding-dinding di ketinggian tepi
  • dindiang tapi, dinding-dinding di ketinggian di hadapan dan belakang
  • papan banyak, muka hadapan
  • papan sakapiang, sebuah rak atau middle band pada periphery rumah
  • salangko, ruang pemagaran dinding di bawah rumah yang telah dibinakan pada stilts

 Sesetengah symbolisms rumah, contohnya, berkenaan dengan gonjong mencapai ke tuhan, dan dindiang tapi, yang biasanya diperbuat dari plaited strips of bamboo, melambangkan kekuatan dan utiliti masyarakat yang telah ditubuhkan apabila individu-individu Minangkabau menjadi sebahagian dari masyarakat yang lebih besar daripada yang berdiri sendiri.
 Tiang-tiang ideal rumah gadang diaturkan pada lima row yang melarikan pelosok rumah. Row-row ini membahagikan bahagian dalam ke empat ruang yang panjang digelar lanjarLanjar di belakang rumah dibahagikan ke bilik tidur (ruang). Menurut adat, sebuah rumah gadang harus mempunyai sekurang-kurangnya lima ruang, dan bilangan yang ideal adalah sembilan. Lanjar yang lain digunakan sebagai kawasan umum, yang digelar labuah gajah (jalan gajah), untuk living dan peristiwa majlis.
 Sebilangan bangsal beras (rangkiang) ideally accompany sebuah rumah gadang, dengan setiapnya mempunyai nama dan fungsi lain. Rangkiang sitinjau lauik, mengandungi beras untuk keluarga, terutamanya untuk majlis adat. Rangkiang sitangka lapa mengandungi beras untuk dermaan ke orang kampung yang miskin dan untuk musim kebuluran di kampung. Rangkiang sibayau-bayau mengandungi beras untuk keperluan seharian untuk keluarga.

 Masyarakat Minangkabau biasanya menghias dengan dinding kayu, tiang, dan siling rumah gadang dengan motif kayu berukiran bas-relief yang mencerminkan dan melambangkan adat mereka. Motif-motifnya terdiri dari reka bentuk pelbagai bunga berasaskan pada suatu struktur geometri bawah yang sederhana. Motif-motif yang mirip pada tekstil tenunan songket Minangkabau, dengan warna-warna dianggap berasalnya dari brokedCina. Biasanya, motif-motif tidak menunjuk haiwan atau manusia dalam bentuk realistik, walaupun sesetengah mewakili haiwan, manusia, atau aktiviti atau kelakuan mereka. Motif-motif ini berasaskan pada konsep aesthetics Minangkabau, yang mana sebahagian dari pandangan Alam Minangkabau mereka yang jelasannya sentiasa berasas pada alam semula jadi. Suatu aforisme adat terkenal berkata, 'alam adalah guru kita'. 

 Sembilan puluh empat motif telah diperhatikan pada rumah gadang. Tiga puluh tujuhnya merujukkan pada bunga, seperti kaluak paku ('fern tendrils'), saluak laka ('rotan bertenun'), pucuak rabuang ('pucuk rabung'),kelapa areca-nut, dan lumuik hanyuik ('lumut hanyir'). Dua puluh lapan motif merujukkan pada bunga, sepertitupai tatagun ('tupai terkejut'), itiak pulang patang ('itik pulang petang') yang melambangkan kerja sama dan kepulangan pengembara, dan kumbang janti. Ketinggalan dua puluh sembilan motif merujukkan pada manusia dan kadang-kadang aktiviti-aktiviti atau kelakuan mereka, seperti rajo tigo (raja tiga), kambang manih(kembang manis, digunakan untuk menjelaskan seorang perempuan peramah) dan jalo takambang (jala terkembang). 

Dimuka rumah gadang didirikan pula tiga buah rangkiang yang masing- masing bernama : -


  • Ditengah-tengah Sitinjau Laut, 
  • Disebelah kiri Sidagang Lapar, 
  • Disebelah kanan Sibayau bayau.
 Kegunaan setiap lumbung itu adalah : Sibayau-bayau ; fungsinya sebagai Sosial, untuk penanti dagang lalu, menyongsong orang baru datang, menolong tamu dari jauh. Sitinjau laut ; untuk menenggang koroang dan kampung, melapangkan orang kesempitan. 
Sidagang lapa atau Sianggak lerok ; untuk dimakan anak kamanakan, persiapan rumah tangga. 



 Dalam cerita klasik Minang disebutkan : 
Rumah gadang sambilan ruang, sapuluah jo pandapuaran, sabaleh jo anjuang tinggi, panjang nan tidak panjang bana, salajang kudo balari, sakuat kuaran tabang, rangkiang tigo sajajaran nan satu sibayau-bayau, nan satu sitinjau laut nan sabuah sianggak lorek, . . . . . dan seterusnya. Inilah gambaran rumah gadang Puti Gondoriah di Tiku- Agam. 

Sudah jelas bahwa panjang rumah gadang seperti yang dilukiskan itu hanya kiasan saja. Memang ada rumah gadang yang panjangnya lebih dari seratus meter, terbagi atas puluhan petak dan setiap petak dihuni oleh satu keluarga. Rumah gadang seperti ini terdapat di Sulit air, dan rumah larik di Sungai Penuh- Kerinci, hanya tipenya berbeda. 

Bentuk atap rumah gadang dalam berbagai daerah di Minangkabau agak berbeda, ada yang dambin, bagai elang akan terbang, menancap kelangit, dan sebagainya. Tetapi bagian dalam hampir sama, ada yang beranjung, dan ada yang tidak. Malahan di Koto nan ampek, ada rumah gadang yang memakai tingkap peranginan dan kabarnya itulah rumah raja di zaman dahulu. Mungkin model rumah gadang inilah yang dibawa keturunan Minangkabau di Negeri Sembilan, yaitu Istana Seri Menanti. 

Bahagian yang sebelah keujung dinamai "Ujung" dan bila ditinggikan dinamakan "Anjung". Dua petak sebelah kehalaman sama tinggi saja lantainya dan bahagian yang ditengah ruangan yang memanjang dari ujung kepangkal dinamakan "Labuah kudo". Dibagian dinding sebelah belakang yang ditinggikan terdapat beberapa buah bilik yang berderet dari ujung sampai kepangkal. Bagian yang ditinggikan dinamai "bandua". 

Apabila dalam rumah gadang ada beberapa orang gadis, yang termuda akan mendapat tempat sebelah keujung, apabila seorang gadis telah menikah ia akan ditempatkan di bilik utama atau bilik paling ujung, bila gadis yang kedua menikah dia akan menempati bilik utama dan yang kawin pertama tadi akan pindah kebilik berikutnya, jika ada lagi gadis yang menikah maka yang pindah pertama akan pindah lagi kebilik selanjutnya begitulah seterusnya. Dan orang tua menempati bilik paling pangkal, dan kadang kala orang tua harus membuat tempat tidur atau bilik tambahan dibahagian dapur. 

Besar bilik biasanya cukup untuk sebuah ranjang dan berhias. Bilik disediakan untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki atau pemuda tidak tersedia bilik dirumah gadang dan biasanya mereka tidur disurau sambil memperdalam ilmu agama dan belajar bela diri atau silat. Kembali kepersoalan rumah gadang, dan pada umumnya sebuah rumah gadang penuh dengan ukiran dan setiap ukiran itu ada namanya, seperti Pucuk rebung, Akar Cina, naga, dan lain-lain.
 

Pelbagai rahsia kiasan terdapat di rumah gadang itu sendiri. Fikirkan pada zaman terdahulu telah wujud pelbagai kiasan bagi rujukan dan semangat manusia. Jika ingin mengetahui rahsia rumah gadang boleh la melawat Pusat Informasi Minangkabau, Padang Panjang.





Wednesday 14 March 2012

Bukittinggi - Jam Gadang

Jam Gadang adalah nama untuk sebuah menara jam yang terletak di jantung kota Bukittinggi, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Masyarakat setempat menamakannya "Jam Gadang" (bahasa Minang), oleh karena memang menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya; di mana "gadang" dalam bahasa Indonesia memiliki arti "besar".

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh seorang arsitek bernama Yazin Sutan Gigi Ameh. Jam Gadang ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, Controleur atau sekretaris kota Bukittinggi pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Peletakan batu pertama menara jam ini dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berumur 6 tahun. -rujukan wikipedia-


it call 'Bendi' charge around 50,000 idr

Jam Gadang at West Sumatra
 
 View at night

Bagi yang ingin ke Sumatera Barat, pasti akan mengetahui atau di ceritakan mengenai Jam Gadang. Terletak di atas kawasan bukittinggi. Pernah menurut info daripada penduduk setempat, terdapat bangunan hotel yang terbengkalai kononnya ia melebihi ketinggian bumbung Jam Gadang. Sehingga sekarang masih lagi tidak diteruskan. Ini mungkin penghormatan bagi kewujudan Jam Gadang.

Sejak didirikannya, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pemerintahan pendudukan Jepang berbentuk klenteng. Dan sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia, atap pada Jam Gadang berbentuk atap pada rumah adat Minangkabau (Rumah Gadang).

Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih. Keunikan dari Jam Gadang sendiri adalah pada kesalahan penulisan angka Romawi empat ("IV") pada masing-masing jam yang tertulis "IIII". Kesahalan penulisan seperti itu juga sering terjadi di belahan dunia, seperti angka 9 yang ditulis "VIIII" (seharusnya "IX") ataupun angka 28 yang ditulis "XXIIX" (seharusnya "XXVIII") .



Kini kawasan Jam Gadang menjadi tumpuan penghuni di Sumatera Barat (Padang, Paya Kumbuh, Pekan Baru) untuk melepak sekitar Jam Gadang pada malam minggu. Terdapat juga peniaga kecilan menjual pelbagai cendermata dan makanan ringan. Kedinginan malam pasti meninggalkan kenangan yang menarik.




Adat Minangkabau di Sumatera Barat

 minangkabau royal seal

 Orang Minangkabau atau Minang adalah kumpulan etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh darat Riau, bahagian utara Bengkulu, bahagian barat Jambi, bahagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Kebudayaan mereka adalah bersifat keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak perempuan, sementara urusan ugama dan politik merupakan urusan kaum lelaki (walaupun sesetengah wanita turut memainkan peranan penting dalam bidang ini). Kini sekitar separuh orang Minangkabau tinggal di rantau, majoriti di bandar dan pekan besar Indonesia dan Malaysia. Orang Melayu di Malaysia banyak yang berasal dari Minangkabau, mereka utamanya mendiami Negeri Sembilan dan Johor

Walaupun suku Minangkabau kuat dalam pegangan agama Islam, mereka juga kuat dalam mengamalkan amalan turun-temurun yang digelar adat. Beberapa unsur adat Minangkabau berasal dari fahaman animisme dan agama Hindu yang telah lama bertapak sebelum kedatangan Islam. Walau bagaimanapun, pengaruh agama Islam masih kuat di dalam adat Minangkabau, seperti yang tercatat di dalam pepatah mereka, Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah, yang bermaksud, adat (Minangkabau) bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al Qur'an.

rumahgadang minangkabau

Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamik. Suku Minang mempunyai masakan khas yang popular dengan sebutan Masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia, Malaysia, bahkan sampai mancanegara. -wikipedia-

Perkataan Minangkabau merupakan gabungan dua perkataan, iaitu, minang yang bermaksud "menang" dan kabau untuk "kerbau".

Menurut lagenda, nama ini diperolehi daripada peristiwa perselisihan di antara kerajaan Minangkabau dengan seorang putera dari Jawa yang meminta pengakuan kekuasaan di Melayu. Untuk mengelakkan diri mereka daripada berperang, rakyat Minangkabau mencadangkan pertandingan adu kerbau di antara kedua pihak. Putera tersebut setuju dan menonjolkan seekor kerbau yang besar dan ganas. Rakyat setempat pula hanya menonjolkan seekor anak kerbau yang lapar tetapi dengan tanduk yang telah ditajamkan. Semasa peraduan, si anak kerbau yang kelaparan dengan tidak sengaja merodok tanduknya di perut kerbau itu kerana ingin mencari puting susu untuk meghilangkan kelaparannya. Kerbau yang ganas itu mati dan rakyat tempatan berjaya menyelesaikan pergelutan tanah dengan cara yang aman.

tarian piring hanya di minangkabau

Minangkabau cruisine

Information of Minangkabau Culture in Padang Panjang

Kraftangan tradisional Minangkabau termasuk:
  • Kain Songket
  • Sulaman
  • Ukiran kayu
  • menukang emas dan perak

Antara fahaman yang selari dengan ajaran agama Islam, 

  • Fahaman Islam: Menimba ilmu adalah wajib.
Fahaman Minangkabau: Anak-anak lelaki mesti meninggalkan rumah mereka untuk tinggal dan belajar dengan di surau (langgar, masjid).
  • Fahaman Islam: Mengembara adalah digalakkan untuk mempelajari dari tamadun-tamadun yang kekal dan binasa untuk meningkatkan iman kepada Allah.
Fahaman Minangkabau: Remaja mesti merantau (meninggalkan kampung halaman) untuk menimba ilmu dan bertemu dengan orang dari berbagai tempat untuk mencapai kebijaksanaan, dan untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Falsafah merantau juga bererti melatih orang Minang untuk hidup berdikari, kerana ketika seorang pemuda Minang berniat merantau meninggalkan kampungnya, dia hanya membawa bekal seadanya.
  • Fahaman Islam: Tiada wanita yang boleh dipaksa untuk berkahwin dengan lelaki yang dia tidak mahu berkahwin.
Fahaman Minangkabau: Wanita menentukan dengan siapa yang mereka ingin berkahwin.
  • Fahaman Islam: Ibu berhak dihormati 3 kali lebih dari bapa.
Fahaman Minangkabau: Bundo Kanduang adalah pemimpin/pengambil keputusan di Rumah Gadang.
Minangkabau Bride